0

Money Come and Go Easily

It’s very long time since last post (not the prompt). The last post was arround 2017, and now 5 yaers has past. I’m so shame of my self, didn’t kept the commitment. And now I’ll try to write a blog post, and I’m just surprise that WordPress has a different way now hehe 😅 Really looking for it!

So, I wanna tell you a story. My experience. And again, I’m a victim of fraud. I know I sound so crazy, need so much money in instan way. I have to transfer some money, then they’ll transfer it back with the commission I got. Then I lost 27 million rupias at just 2 days! Huft 😮‍💨

They claim that they’re from Alibaba.com, the B2B company. But, then I realize that I have been deceived. Those money should I use to buy a house. I lost it!

But then I remember a words. ” God will provide the way”. “Every things that happened in your life, then it always have a meaning behind it.”

Somehow, I can make it. I bough a house with help of my sister. Thanks to her, so we have a new home soon. I have to work harder to payback my sister’s money.

Money isn’t immortal. God alway have away to His people, so they’ll learn something in their life. I lost my money maybe because I don’t give charity enough. Or maybe God just wanna to warn me about something. I don’t know for sure what’s the meaning of this incident, but I belive that there’ll be a meaning about all of this.

I’m so greatful that I have a sister like her, SMH. I have a mom who know how to heal are from this incident. I know how stupid I am. I can’t thank you enough for my beloved mother and sister.

Last word … I’m sorry for everything. 😔

0

Just Me

You’re writing your autobiography. What’s your opening sentence?

I’m just like ordinary people who believes on dreams and happiness

A cat lover who will do every jobs for cats freedom

A veterinarian, but also a writer (novels)

2

Candi Gedong Songo

Dan… Sekarang kami pergi ke Candi Gedong Songo, sebuah tempat wisata bersejarah dengan tema percandian. Berlokasi di Desa Candi, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Dan lebih tepatnya, berada di lereng Gunung Ungaran. Kalau dari tempat kami tinggal, Desa Limbangan, hanya membutuhkan waktu perjalanan sekitar 30-45 menit dengan sepeda motor.

Medan menuju lokasi itu lumayan aduhai. Jalanan berliku, mulai dari tikungan biasa sampai tajam, mulai jalan datar, turunan, sampai tanjakan curam. Tapi, gak akan ada kata menyesal. Pemandangannya yang menawan, begitu cantik dan… Wow! Hamparan sawah dan bukit, benar-benar menyegarkan mata yang belakangan ini cuaca sangat tidak mendukung untuk menjelajah wisata alam. Sebuah berkahkami bisa jalan-jalan dengan nikmat dalam cuaca cerah dan mengambil banyak momen di sana.

Setelah mencuci mata sepanjang perjalanan, akhirnya kami sampai di kawasan wisata Gedong Songo. Sebenarnya, sebelum benar-benar sampai di Candi Gedong Songo, ada tempat wisata lain yang tidak begitu luas, tapi sepertinya cukup menyenangkan. Sebuah taman yang namanya kulupakan. Tapi, aku melihat patung Merlion mini di sana.

Ada banyak sekali tawaran parkir di sana, baik untuk mobil maupun sepeda motor. Harga yang ditawarkan pun beragam, tapi standar lah. Tapi, lebih baik memilih tempat parkir yang dekat dengan loket. Dengan medan menanjak, cuapek polll kalau parkir jauh.

Harga tiket masuk per orangnya untuk hari Minggu dan Hari Libur adalah Rp 10.000,00, namun untuk WNA ditarik harga Rp 75.000,00. Sayangnya, aku gak baca harga tiket masuk di hari biasa, namun kurasa pastilah lebih murah. Menurutku, untuj tempat wisata bersejarah seperti ini, tidak aneh jika harga tiket masuk segitu. Bagiku, itu adalah bentuk salah satu cara untuk menjaga barang sejarah negara.

Bagi yang sekiranya gak kuat jalan di medan menanjak dan menurun, juga dengan jarak yang jauuuuh. Maka, disediakan kuda tungganv dengan harga beragam berdasarkan tujuan candi, juga berat badan. Kalau masih kuat, aku sarankan untuk jalan kaki. Selain lebih menyehatkan, lebih enak untuk foto-foto tanpa terikat janji dengan persewaan kuda. Well, banyak, kok, manula yang ke sana dan naik kuda demi bisa menikmati keindahan alam di kompleks candi bersejarah.

Penurut Paman Wiki, candi ini ditemukan oleh Raffles pada tahun 1804 yang merupakan peninggalan budaya Hindu pada zaman Wangsa Syailendra abad ke-9. Ada, sih, mading yang menjelaskan tentang tempat ini. Tapi, posisi madingnya amat tidak strategis untuk bisa dilihat dan dibaca. Sudah orang-orang sekarang malas membaca, melihat mading yang tidak menarik dan lokasi tidak strategis, akan semakin menurunkan pengetahuan orang-orang mengenai hal bersejarah ini. Walaupun aku tidak begitu hafal soal sejarah, tapi aku cukup tertarik untuk mengetahuinya.

Keterangan gambar (kiri-kanan):

  1. Candi Gedong I
  2. Candi Gedong II
  3. Candi Gedong III
  4. Candi Perwara
  5. Candi Gedong IV
  6. Candi Gedong V

Walaupun disebut ada 9 candi (songo), tapi aku tidak tahu dimana Candi Gedong VI sampai IX. Aku juga tidak tahu harus tanya ke siapa. Jarak tiap candi yang kami datangi bisa menghabiskan wakfu 15-30 menit, tergantung keceoatan berjalan di medan tanjakan dan turunan. Jujur, aku merasa seperti sedang mendaki gunung. Untungnya jalan sudah bagus.

Selain ada candi-candi, ada juga patung Hanoman, tapi kami tidak lihat di mana, dan kami mungkin melewatinya. Juga ada pemandian air panas. Um… Lebih tepatnya sih tempat berendam. Lokasinya di lembah, dekat lubang yang mengeluarkan asap beraroma. Kami tidak masuk ke sana untuk merasakannya, tapi harga tiket masuknya kalau tidak salah Rp 5000,00. Warung di dekat sana juga jual celana pendek, jadi tidak perlu khawatir tidak bawa pakaian untuk berendam.

Oh, iya. Di sana juga ada tempat yang bagus buat foto-foto, bahkan bisa jadi tempat rekomendasi untuk foto yearbook SMA dan kuliah. Ada semacam cabin kayu gitu, dan halaman hijau yang enak buat leyeh-leyeh. Namanya Taman Vana Prastha. Lokasinya antara Candi Gedong I dan II. Dan di sana bayar, yaitu Rp 7.000,00, gratis air mineral. Tapi, kalau hari biasa harganya Rp 5.000,00.

Banyak warung-warung dan pedagang miniman di beberapa titik dari candi satu ke candi satunya. Memang harganya mahal, tapi lumayan lah untuk menghilangkan dahaga daripada bawa barang banyak.

Siang hari, kami istirahat sejenak di warung. Kurang lengkap kalau jalan-jalan ke tempat wisata tapi gak makan min instan. Dan itulah yang kami lakukan saat waktunya makan siang. Saat itu kami sudah di candi kelima, dan jam sudah menunjukkan jam 1 siang. Kami start jalan jam 10-an. Butuh waktu lama bagi kami untuk menyelesaikan perjalanan, karena kami banyak beristirahat dan banyak berhenti ubtuk foti-foto.

Kami kembali ke parkiran sekitar jam setengah 2 siang, tapi baru sampai di garis start tadi jam 2 siang, hampir jam setengah 3 sore. Kami banyak istirahat. Alasannya sih, si Mas yang capek, gak tahu bener atau nggak. Tapi, aku bersyukur deh dia ikut. Gak. Aku bersyukur banget ada temen yang mau diajakin jalan-jalan susah begini.

Pulang dari sana, kami makan sate kelinci. Harganya muahal poll, tapi ya lumayan lah. Kami jalan lebih ke arah ambarawa (kalau gak salah), dan kami menemukan kaki lima di kanan jalan. Harga sate kelinci 10 tusuk adalah Rp 22.000,00, tambah dengan lontong jadi Rp 25.000,00. Minumnya sih kayaknya Rp 2.000,00-an. Walaupun mahal, tapi lumayan. Nama kaki limanya juga Lumayan. Haha 😅

Walaupun paginya cerah, tapi ternyata sorenya mendung berat dan kami menerobos hujan dengan pelindung jas hujan. Dingin sih, tapi gak masalah, meski sempet keguyur cipratan dari mobil yang melaju cepat. Kami sampai di rumah kami di Desa Limbangan sekitar jam 6 kurang. 

Perjalanan yang lumayan menguras tenaga dan membakar lemak. Benar-benar gak rugi ke sana. Apalagi, bisa mengambil momen-momen yang bagus dengan view yang indah.

Dan, begitulah perjalanan kami di hari Minggu selama PKL di Kendal. Ini perjalanan terakhir kami, karena tanggal 8 Desember adalah hari terakhir kami di sini, dan kami akan kembali ke Surabaya. Walaupun terakhir, tapi sepertinya aku masih akan jalan-jalan, entah sama orang yang sama atau nggak.

Thanks to Mas Fafa yang mau diajakin susah dan mau jadi Go-Fa. Wkwk 😂

Bye bye – Si Tiaz 😬

0

1/2 Keliling Semarang

Libur kedua PKL kali ini, kami pergi ke beberapa tempat wisata di Semarang, lebih tepatnya 3 tempat. Pertama, kami ke Goa Kreo. Kedua, kami ke Klenteng Sam Poo Kong. Ketiga, kami ke Masjid Agung Jawa Tengah. Tentunya kami gak langsung mendatangi tempat-tempat itu.

Kami jalan dari Limbangan sekitar 07.30, dan kami tiba di Goa Kreo kurang dari satu jam. Sempat aku berpikir itu belum masuk Semarang, tapi ternyata sudah.

Harga tiket masuk di sana tergolong murah kalau naik sepeda motor, yaitu Rp 5.500,00 untuk akhir pekan, dan tiket per-orangnya Rp 1.000,00. Untuk harga objek wisata Kota Semarang, itu tergolong murah. Selain Goa Kreo, sevebarnya ada lagi di sana, yaitu Waduk Jatibarang. Bisa naik speedboat untuk keliling waduk. Tapi, karena sepertinya mahal, kami gak ke sana.

Wisata Goa Kreo terdiri dari 2 buah goa, yaotu Goa Landak dan Goa Kreo. Aku tanya ke Mbah yang ada di sana (bukan mbah yang tidak kasat mata). Goa Kreo itu dipakai oleh Sunan Kalijaga untuk bertapa. Kata “kreo” sendiri punya arti “membantu” dalam Bahasa Jawa. Kalau Goa Landak entah kenapa dinamai begitu, tapi juga dipakai untuk bertapa. Tapi, kalau baca di prasasti di depan, kata “kreo” berarti “jagalah”. Well, aku percaya sama keduanya, karena bermakna serupa.

Baik Goa Landak maupun Goa Kreo, dalamnya tidak panjang, bahkan tidak tinggi untuk bisa berjalan tegak di sana. Jalan harus sambil bungkuk atau jongkok. Tidak begitu dalam, tapi bisa dimasuki. 

Di dalam Goa Landak ada patung harimau yang sebenernya cukup menakutkan. Patung itu menyambut kami saat masuk dengan bantuan senter. Udara di dalam pengap dan panas, minim kadar oksigen. Kalau gak kuat, disarankan gak masuk ke sana. Apalagi, di dalam Goa Landak itu juga mebjadi tempat tinggal kelelawar kecil.

Kami sengaja mampir lebih dulu ke Goa Landak yang lebih ke ujung. Dari sana, barulah kami ke Goa Kreo.

Mengejutkan. Di dalamnya ada patung dengan sisa-sisa dupa dan sajen di sekelilinhnya. Goa yang ini tidak sedalam Goa Landak, dan lebih terang, juga lebih banyak kadar oksigennya dibanding Goa Landak.

Kalau dari segi kemistisan, sebagai orang yang gak peka, aku bilang gak begitu mistis. Tapi, tetap jaga sikap dan perkataan.

Jalan dari wilayah parkiran ke goa itu harus menyeberangi waduk melalui sebuah jembatan pejalan kaki. Jalan yang kubilang cukup banyak hiburan dari monyet-monyet liar. Bisa saja beli kacang atau pisang di warung dekat parkiran sepeda motor, tapi kami tidak beli.

Prasasti itu bilang bahwa tempat ini punya 3 makna, yaitu hubungan manusia dengan Sang Pencipta, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam. Pesanku. Pertana, jangan buang sampah sembarangan. Kedua, jangan mengganggu monyet-monyet di sana. Ketiga, jaga sikap, kata, dan perbuatan.

Setelah keliling di sana, kami rehat sebentar di warung untuk menikmati gorengan. Ada beberapa pilihan, seperti mi ayam, pop mi, gado-gado, kelapa muda, es jeruk, dan lainnya. Lumayan buat leyeh-leyeh habis naik tangga lumayan banyak sekembalinya dari goa. Btw, tahunya enak loh.

Jam 9-an kami meninggalkan wisata itu. Kami pergi lebih ke kota lagi. Di jalan, kami mampir untuk beli Nasi Gandul. Itu masakan khas Jawa Tengah (Solo kalau gak salah, atau mana gitu). Nasi dikasih kuah sedikit bersantan dan berminyak, ditambahkan dengan lauk-lauk yang bisa dipilih, kalau gak usus sapi, paru, telur, dan babat. Karena aku gak begitu suka usus dan babat, jadi aku pilih paru dan telur. Untuk masalah harga sekitaran 20an kalau pakai dua pilihan lauk, kalau hanya satu pilihan lauk harganya belasan. Aku bilang itu mahal. Tapi, lumayanlah, enak.

Habis makan, kami ke Klenteng Sam Poo Kong. 

Ada 2 pilihan tiket, tiket terusan atau tiket biasa. Kalau tiket terusan, bisa masuk ke dalam bangunan-bangunan peribatan, tapi haganya mahal, Rp 28.000,00. Budget kami minimalis, jadi kami pilih yang biasa, dengan harga tiket akhir pekan Rp 8.000,00. 

Lumayan luas klentengnya, dan sebenarnya gak banyak yang bisa dinukmati kalau hanya di luar saja. Kalau uang banyak, kami bakal pilih tiket terusan. Tapi, di luar juga gak kalah seru, soalnya bisa nonton pertunjukan Barongsai. Sedikit hiburan lah. Oh ya, dan di sana banyak spot-spot foto yang bagus. Lihat-lihat ke bawah, nanti bisa menemukan tulisan “spot foto”.

Berhubung sudah hampir jam 12, kami pun meluncur ke Masjid Agung Jawa Tengah. Sebelumnya, itu masjid wakaf yang kemudian direnovasi menjadi lebih megah dan besar. Jalan ke sana kecil, tapi banyak bus yang keluar masuk. Muacet dan padet. Lebih kerasa lagi kalau perginya siang-siang, puanas.

Jujur saja. Batas sucinya kejauhan dengan tempat sholatnya. Memang ada payung-payung besar, tapi sepertinya masih diperbaiki. Paling tidak, kami harus berjalan 50-100 meter untuk ke tempat sholatnya. Kaki melepuh, sampai harus lari-lari dari bayangan payung ke bayangan payung satunya. Tapi itu cukup nenyenangkan, apalagi lihat ibu-ibu kesulitan lari (durhaka kamu nak!).

Pulang dari sana sekitar jam 3, sekalian Sholat Ashar. Langit mendung, dan saat kami jalan ke parkiran, hujan gerimis mulai turun.

Kami ada janji jam 16.00 di toko roti punya Bu Isma, Suoer Roti. Rotinya lumayan enak. Roti itu kami beli untuk sampel untuk acara pelantikan tahun depan. Emang jauh dari Surabaya, tapi gak tahu juga sih. Kalau bisa sih bentuk uang, bukan produk.

Selesai dari mengurus roti itu sudah maghrib, jadi kami cari tempat untuk sholat. Habis itu kami cari makan. Soto sapi dan mi ongklo. Soto sapi udah biasa, tapi aku baru tahu mi ongklok, dan makanan pendamping mi ongklok adalah sate sapi. Satenya suh enak, tapi aku gak selerea sama mi ongklok. 

Niatnya mau lanjut ke Lawang Sewu versi malam, tapi gak jadi karena supir kelelahan. Kami sampai jam 20.30an.

Berikut beberapa foto lainnya..

Dan, begitulah perjalanan kami wkwk

Bye bye – Si Tiaz 😆

0

Selo Arjuno dan Bligo, Kendal, Jawa Tengah

Welcome to Kendal, Jawa Tengah!!

Tepat seminggu kami di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Sebenarnya, kami datang bukan untuk jalan-jalan, tapi untuk PKL di PT Rehobat, sebuah peternakan ayam layer (petelur) yang cukup besar yang berdiri di atas lahan perkebunan karet. Kami akan ada di sini selama sebulan, dan alhamdulillah kami punya libur setiap hari Minggu.

Daripada bosan di rumah, mending jalan-jalan. Lagipula, ini kesempatan bagus. Kalau PKL itu gak afdhol kalau gak sambil jalan-jalan ke tempat wisata di daerah tersebut. Nah, di kespatan pertama kami libur ini, aku dan Mas Fa pergi jalan-jalan ke Wisata Alam Selo Arjuno & Bligo. Kami PKL berlima, ada aku, Ruth, Cika, Dika, dan Mas Fa. Karena Ruth dan Cika ke gereja di Semarang, terpaksa satu orang tinggal di rumah, karena kami cuma punya dua motor.

Wisata Alam Selo Arjuno dan Bligo berlokasi sekitar 30 menit perjalanan dari Desa Limbangan. Akses jalan ke sana super ancur, jadi mending pergi dengan motor yang sesuai. Kami pergi dengan motor matik, dan alhamdulillah KIO sanggup mengantarkan kami selamat sampai kembali ke rumah. Untuk masuk ke wisata ini cukup membayar Rp 5000,00 per orang dan Rp 2000,00 untuk sepeda motor. Nah, kalau mobil aku gak tahu. Murah kan?

Kata “selo” dalam Bahasa Jawa (entah Jawa mana) berarti “batu”. Tempat wisata ini merupakan tebing batu. Ada 2 tebing, Arjuno dan Bligo. Bedanya, Arjuno itu medannya super susah, punya kemiringan mencapai 80 derajat, sedangkan Bligo medannya lebih mudah dilalui. Kami memilih ke Bligo karena tampaknya lebih masuk akal untuk kami datangi. Maklum, sudah tua. 

Foto pertama itu petunjuk jalan setelah melewati pintu masuk. Foto kedua adalah jalan menuju Bligo, dan foto ketiga adalah jalan menuju Arjuno. Memang Bligo lebih jauh, sekitar 15-20 menit. Tapi,  seenggaknya medannnya gak akan se-ekstrim Arjuno.

Pemandangan di sana bagus banget. Walaupun penuh perjuangan untuk sampai di sana, tapi akan terbayar begitu sampai di puncak tebing. Bagi yang takut ketinggian, lebih baik jangan ambil resiko, dijamin bakal lemes tuh lutut nanti. Tapi, buat yang suka diajakin jalan-jalan ke alam, gak akan nyesel kok. Apalagi, untuk yang suka fotografi. Ada kok beberapa spot apik yang bisa jadi pilihan.

Terus, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Kalau perempuan, sebaiknya tidak datang saat sedang menstruasi. Gak tahu kenapa, tapi kayaknya Selo Arjuno itu dipakai untuk semacam kegiatan adat, entah masih dipakai atau nggak. Mungkin juga tempatnya terlalu keramat, jadi bisa mengganggu iman dan kestabilan emosi perempuan yang sedang menstruasi #soktahu

Terus. Kalau mau dateng cewek-cowok itu lebih baik, biar ada yang jagain. Tapi, sebaiknya tempat ini gak untuk orang pacaran, apalagi berbuat mesum dan maksiat. Dan kalau mau ke sini, mending pakai sepatu atau sandal gunung, biar gak licin dan nyaman saat dipakai jalan. Bawa lotion anti serangga juga boleh, soalnya bakal banyak nyamuk dan serangga. Pakai pakaian yang nyaman untuk manjat sana-sini. Bawa minum juga, karena di atas gak ada yang jual minum. Tapi, ada beberapa warung kok di bawah.

Untuk tambahan. Di tempat wisata ini ada juga kegiatan outbond Flying Fox dengan jarak 125 meter melintas di atas hutan. Kebetulan sedang ada promo, jadi harganya Rp 15.000,00. Tapi, tenpat ini gak begitu ramai pengunjung karena asksesnya yang mematikan. Jujur, aku kapok ke sana lagi kalau aksesnya masih sama. Dan rencananya, tahun 2018 mau diperbaiki. Semoga benar, jadi bisa main ke sana lagi.

Berikut foto-foto hasil jepretan di sana..

Juga, beberapa selfie bersama orang yang mau diajak susah walaupun lututnya kekurangan pelumas…

Btw, buat yang gak kuat tapi tetep mau ke sana, di sana ada dua pos peristirahatan yang nebeduhkan sambil foto-foto. Pokoknya, gak nyesel deh ke sana. Banyak spot yang photoable. Dan ingat! Jangan meninggalkan apapun kecuali jejak, jangan nengambil apapun kecuali foto dan kenangan, dan jangan buang sampah sembarangan.
Thank you and see ya – Si Tiaz 😎

0

Hari Pahlawan

Hi, everyone! 😁

Memperingati Hari Pahlawan 10 November, kebetulan banget aku diajak menjelajah Kota Pahlawan. Alasan pertama sih karena dia bosen di rumahnya (kebetulan orang Surabaya). Alasan kedua, mau jalan-jalan dengan budget minimalis. Jadi, kami sepakat Wisata Sejarah.
Sebelumnya, tanggal 5 November kami pergi ke Taman Bungkul untuk menyaksikan Parade Juang Surabaya yang digelar untuk memperingati Hari Pahlawan tahun ini. Banyak warga antusias pada parade itu, sambil mereka olah raga pagi di Hatu Minggu. Meski kurang puas dengan lokasinya, karena aku tidak bisa hunting foto seperfi yang aku harapkan. Berikut foto-foto yang berhasil aku abadikan.


Mau dibilang Wisata Sejarah, sih, nggak juga. Soalnya, cuma 2 tempat yang kami datangi. Pertama, karena emang kita belum packing untuk PKL ke Semarang mulai besok selama sebulan ke depan. Kedua, gak tahu lagi harus kemana yang belum pernah sama-sama kami datangi. Monkasel (Monumen Kapal Selam) sudah pernah kami datangi, bahkan kami masuk ke dalam kapal selam. House of Sampoerna sudah pernah kami datangi. Museum Kesehatan kabarnya tutup kalau Sabtu. Jadi, yaudah, kami memutuskan untuk pergi ke Tugu Pahlawan dan Museum Bank Indonesia, Surabaya.

Tugu Pahlawan merupakan ikon Surabaya sebagai Kota Pahlawan. Arek-arek Suroboyo v.s. Sekutu-Belanda. Pertarungan yang sengit yang berlangsung cukup lama. Meski tidak menang saat bertarung, namun Indonesia akhirnya menang dalam perang mempertahankan diri menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menurutku, kalau Bung Tomo gak koar-koar di radio, mungkin arek-arek Suroboyo gak ada yang berani bergerak mempertahankan Tanah Air.

Well, aku gak begitu jago soal sejarah, tapi itu penjelasan singkat yang aku tangkep saat menyaksikan animasi yang diputas di Museum Tugu Pahlawan. Kami nonton di kursi paling belakang, sementara semua penontonnya adalah anak-anak SD yang sedang berkunjung.

Jujur, tadi itu lumayan bikin sumpek karena sangat ramai oleh prngunjung rombongan. Kami bahkan sampai seperti romli (rombongan liar). Tapi, melihat anak-anak TK-SD yang berkeliaran di dalam museum, menyambangi diorama-diorama, rasanya masih bangga. Ternyata mereka masih antusias belajar sejarah.

Ada hal yang lebih mengejutkan. Aku baru kali ini tahu Teks Proklamasi yang dibacakan Ir. Soekarno tanggal 17 Agustus 1945 itu diartikan dalam Bahasa Jawa dan Madura, dan dipajang di salah satu papan di museum ini. 

Aku memang gak kayak Ibu yang suka dengan wisata sejarah, tapi aku seneng kalau diajak jalan-jalan, krmanapun itu asal bukan mall. Dan gak kusangka, yang paling bersemangat jalan-jalan dan keliling adalah aku. Padahal aku diajak wkwk 😆

Sekitar jam 10.30 kami menyudahi keliling Tugu Pahlawan dan lanjut cuss ke Museum Bank Indonesia di Surabaya (De Navasche Bank) yang berlokasi dekat Jembatan Merah. FYI, Jembatan Merah juga masuk dalam sejarah, loh. Sampai ada lagunya wkwk

Museum Bank Indonesia, Surabaya bukan tempat yang besar, juga tidak begitu banyak yang bisa dilihat. Tapi, gak ada salahnya dong kalau ke sana untuk tahu uang-uanh yang pernah dipakai orang-orang Indonesia dari jaman baheula sampai sekarang.

Hal yang jauh lebih mengejutkan lagi adalah uang 1/2 dan 2 1/2 rupiah! 😱 What in the nani?!

Bagaimana aku tidak terkejut? Aku sama sekali belum hidup saat uang dengan nominal itu diberlakukan. Kalau reinkarnasi itu benar adanya, mungkin aku percaya uang itu benar-benar ada.

Uang 1/2 rupiah itu digunakan saat penjajahan Jepang (sepertinya), karena masih pakai nama Dai Nippon Teikoku Seihu. Sedangkan uang 2 1/2 rupiah itu dikeluarkan tahun 1964. Bahkan Ibu saja baru umur 2 atau 3 tahun saat uanv dengan nominal itu dikeluarkan.

Dan, begitulah hasil perjalanan kami dalam beberapa jam saja. Oh, iya! Jangan lupa mampir Bakso Pak No di Pacar Keling. Baksonya enak, es campurnya sueger buaanget. Aku nggak ngendorse, cuma emang itu enak. Hehe 😁

Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa.

Selamat Hari Pahlawan 10 November.


Sampai jumpa – Si Tiaz 😉

0

What I Scared of The Most

Hi, long time no see. So sorry I never post anything since…. I don’t know when the last time I post something. Really sorry..

Pada surat Ali Imron ayat 185 berbunyi, “siapapun yang bernyawa pasti mati”.

Pada surat Luqman ayat 34 berbunyi, “Dan tiada seorang pun tahu di belahan bumi manakah ia akan mati”.

Dalam Islam diajarkan, hal yang paling jauh adalah MASA lalu, dan yang paling dekat adalah KEMATIAN. Islam juga mengajarkan bahwa kematian itu tidak untuk ditakuti. But, the most thing I scared of is DEATH. 

This is the reason why I said that..

First. I scared if I have to leave everyone I loved. I don’t want to make them sad. Second. I feel like I haven’t done enough good things in my life until now, especially to my parents. I even not graduate yet from my study. Third. What if there is someone who do not yet forgive me for everything I’ve done to them?

Why I have such thought? 

Thats because I feel like I dont have much time. Everything is start in June (or maybe July, I don’t really remember). I can’t really tell you the story. But for sure, that makes me so depressed. What if I died suddenly? What if I died without my family arround? Those questions always knock-knock in my brain, everyday, everytime.

I realized that what happened to me now is my fault. Its up to you if you think I’m stupid because I blame my self. It is real, and I won’t deny it.

So sorry if I’m so melancholy. I really depressed with my problems. I think I need help from psychiatrist. If you have someone with that profession, please just tell me. Because if my mentality is not cured soon, I will continue like this.

Ugh… I think I need someone or something to get over it, so I ‘wont ever thinking about what I scared of.
Bye bye – Si Tiaz 😣

0

Permintaan Maaf

Hi,  there. Sorry I never posting anything in a while. It’s a lot thing has happened.

Well, ini bukan permintaan maaf karena lama nggak posting apapun.  Hehe 😁 Ini tentang sebuah rahasia. Haha 😅

Hal yang paling nggak aku suka dalam hidup adalah ketika seseorang meminta maaf padaku. It happened a lot in my life. Rasanya, seakan-akan mereka memang melakukan kesalahan yang bahkan sebenarnya nggak mereka lakukan. Aku merasa sangat bersalah setiap kali seseorang meminta maaf padaku. 

My life is my problems, and I don’t want someone to be sorry about it. What happen in my life is my problems. I just need a courage to be strong enough to handle that. Just stay beside me and give me a courage, help me with pray, and I don’t need the apologise from anyone. 

I know that it’s my selfishness. Everyone arround me always tells me about this, “It’s okay if someone apologise to you,  it means that they’re care for you”. But I don’t feel that way. I feel that I so pathetic. I want to be strong. I’m thank you everyone that care for me, but I really don’t want anyone apologise to me. It makes me sad.

I don’t know when it start. I just feel like I don’t have much time. Maybe it’s just my mind told that, and I know that I so melancholy and gloomy. But, just in case, if my life span is short,  than I don’t want someone to apologise about what happened in me or what will happend. I just want they’re smiling with me, give me courage, and happy for me. 

Ahahaha 😄

So sorry of my melancholy and gloomy words and my feelings. I just need to write down my feeling because I don’t have someone to listening this, and I really bad at speak directly to someone. 

Oh, and I have a habit to apologise and feel sorry or too worry and feel bad about something happened in someone’s life. Well, I think that’s the reason why people do the samething to me. Hahaha 😂

So sorry for my posting. I just want to write down my feeling. Don’t need someone to comment this post. Hehe 😁
See ya – Si Tiaz 😢

0

Homesick

Bagiku, rumahku bukan hanya yang di Bekasi di mana aku bisa kumpul dengan Ayah, Ibu, Abang, Muthi. Surabaya tempat aku menimba ilmu juga kuanggap rumah, walaupun tidak ada Ayah, Ibu, Abang, maupun Muthi di sana.

Allah SWT tidak pernah memberikan cobaan yang tidak sanggup dihadapi umat-Nya. Kata-kata itu selalu mengena tepat di hati, selalu benar. Meskipun manusia selalu mengeluh, toh, ujung-ujungnya manusia selalu berhasil melewatinya. Dan aku sedang berusaha melewati itu. Berat, sih, tapi aku terus mencoba menikmatinya.

Sejak dua minggu terakhir aku PKL di Gunung Kawi, rasanya berat sekali untuk melakukan kegiatan fisik. Berkali-kali berpikir untuk menangis, tapi tidak mau karena malu. Berkali-kali mengeluh, tapi akhirnya menyesal karena harus merepotkan teman-teman. Dan sekarang, sudah berlalu sebulan, aku masih kesulitan menghadapinya.

Aku sedang PKL lagi, dan kali ini tidak sejauh ke Gunung Kawi, tapi pekerjaan fisik tetap harus dilakukan. Menjadi Dokter Hewan itu tidak lepas dari kegiatan fisik, dan sejujurnya itu sangat menyenangkan, asalkan tidak sedang menghadapi hal satu ini. 

Sejujurnya, yang aku rasakan hanyalah rasa takut. Berbagai pikiran melintas di dalam pikiranku. Takut ini dan itu. Ingin menangis. Ingin pulang. Ingin bertemu Ibu. Well, walaupun pada akhirnya aku tidak akan bisa menangis di depan Ibu kandungku sendiri. Bukan berarti menangis itu hal yang memalukan, hanya saja itu akan membuat Ibu menjadi lebih cemas, dan aku tidak mau itu.

Aku mungkin terkesan tegar, namun sebenarnya aku cengeng T_T

Oke, segini dulu curhatanku. Hahaha 😂
じゃあね ー Si Tiaz 😭

0

Jane, Gadis dari Kota ke Hutan

Maaf sekali, karena baru kali ini lagi ngeposting. Maklum, kegiatanku lumayan banyak, apalagi urusan Ko-Asistensi. Well, sebenarnya gak sesibuk anak Kedokteran. Tapi, aku merasa lumayan sibuk karena harus PKL sampai ke gunung.

Sejak 23 Juni sampai 14 Juli, kami melaksanakan PKL di Gunung Kawi, lebih tepatnya di Kemitraan PT. Greenfields Indonesia. Itu sebuah peternakan rakyat di bawah naungan PT. Greenfields Indonesia.

Aku tidak akan banyak membahas tentang PKL. Ini lebih ke urusan pribadi 😆

Kalian pasti tahu tentang Jane, seorang perempuan yang masuk ke kawasan hutan dj Afrika dan bertemu dengan Tarzan. Dia gadis kota, begitu anggun dan tampak bermartabat. Namun, dia berani ke hutan karena ketertarikannya pada kehidupan primata di sana.

Sama sepertiku. Aku gadis kota, lahir dan besar di kota, hidup serba modern, bahkan gak pernah yang namanya nyentuh sapi kalau bukan pas Idul Adha. Sayangnya, aku tidak secantik Jane.

Duluuuuu sekali, aku tidak pernah yang namanya peduli pada penampilan, terutama wajah dan urusan make up atau semacamnya. Perawatan wajah saja tidak pernah. Mau mukanya minyakan, jerawatan, atau apa kek, aku gak peduli. Cuma cuci muka, dan itu kuanggap sudah bersih.

Mengambil jurusan Kedokteran Hewan mainnya sering ke lapangan, kotor-kotoran, dan bau hewan. Orang bilang ‘bau sapi’. Tapi, aku bangga dengan itu. Pekerjaan ini mulia dan sangat keren. Nah, kalau mau keren itu, walaupun mainnya kayak gitu, gak boleh lupa sama yang namanya penampilan. Jadi Dokter Hewan itu juga kudu mesti menjaga penampilan. Semakin menarik, klien (pemilik hewan) akan semakin senang.

Intinyaaaaa jangan lupa tetap menjaga penampilan, apapun pekerjaannya. Gak cuma buat cewek-cewek, tapi cowok-cowok juga harus menjaga penampilan. Bukan hanya sekedar berpakaiam rapi dan wangi, tapi melakukan sedikit perawatan wajah dan kulit itu penting.

Edisi curhat. Pas ke skin care gitu, sampe ditegur secara halus bahwa mukaku dekil. Wkwk 😅😅

Mau gimana lagi? Abis dari Gunung Kawi, nyari wangsit. Haha 😂😂


じゃあね – Si Tiaz 💄